Setiap hari selalu aja ada pakaian yang dibuang. Entah itu karena dianggap sudah tidak layak, karena bosan, atau karena modelnya yang dianggap sudah ketinggalan zaman.
Survei Tinkerlust menyebutkan bahwa, 3 dari 10 orang Indonesia membuang pakaian yang tidak mereka inginkan setelah menggunakannya sekali.
Yang mengejutkan, alasan terbesar dari tindakan tersebut adalah karena bosan (37,2%), 22% membuang pakaian karena ingin mengubah penampilan, dan 21,3% lainnya membuang pakaian karena pakaian tersebut sudah rusak.
Yang paling disayangkan, pakaian-pakaian yang dibuang tersebut sebagian besar berakhir menjadi limbah.
Tahukah kalian? Menurut data, limbah pakaian/tekstil di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 2,3 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya 0,3 ton yang didaur ulang.
Selain menyebabkan masalah limbah pakaian atau tekstil. Pakaian-pakaian yang terbuang tersebut juga menjadi penyebab terbesar kehadiran plastik di lingkungan (air, udara, dan tanah).
Pasalnya, banyak dari pakaian-pakaian yang terbuang adalah pakaian yang mengandung bahan sintetis seperti polyester, akrilik, hingga nilon.
Limbah plastik sudah jelas akan berdampak buruk bagi lingkungan kita saat ini dan di masa depan. Karena selain dapat mencemari lingkungan, limbah plastik juga berpotensi,
- Merusak ekosistem laut
- Menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati
- Berkontribusi terhadap perubahan iklim
- Meracuni air (tanah) yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak kesehatan yang serius bagi manusia maupun hewan, serta
- Menyebabkan polusi udara dan efek dioksin akibat pembakaran pakaian sintetis yang kurang sempurna
Nyatanya, tidak hanya bahan pakaian yang terbuat dari bahan sintetis saja yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan manusia serta makhluk hidup. Tetapi, pewarna pakaian termasuk bahan sablon dan batik juga dapat menyebabkan pencemaran limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Melihat fenomena tersebut Alfira Oktaviani berinisiatif untuk melakukan inovasi dengan menciptakan berbagai produk fashion yang terbuat dari bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.
Kecintaan Alfira Oktaviani pada Produk Fashion yang Ramah Lingkungan
Pada Tahun 2022, PT Astra International Tbk lewat ajang SATU Indonesia Awards memilih Alfira Oktaviani sebagai salah satu finalis di kategori kewirausahaan.
Penghargaan tersebut diberikan kepada pendiri Semilir Ecoprint ini karena dianggap berkontribusi dalam menciptakan produk fashion yang ramah lingkungan (produk ecoprint), berkelanjutan, serta turut melestarikan budaya bangsa melalui kain lantung khas Bengkulu.
Bagi kalian yang masih merasa asing dengan istilah “eco print,” ini adalah teknik mencetak motif alam pada kain menggunakan bahan alami seperti dedaunan, bunga, buah, hingga batang/kulit kayu.
Karena menggunakan bahan alami, maka ecoprint dianggap sangat ramah lingkungan, dapat diperbarui, dan bersifat berkelanjutan (sustainable).
Seperti yang telah disinggung di atas, selain mendaftarkan diri untuk mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards dengan mengangkat tema ecoprint, Alfira Oktaviani juga mencoba menonjolkan project barunya berupa produk yang terbuat dari kain khas Bengkulu yang terbuat dari kulit kayu lantung (Artocarpus Altilis).
Jadi, bisa dibilang, proposal yang diajukan oleh Alfira merupakan kombinasi antara motif pewarnaan/motif alami yang terbuat dari dedaunan (ecoprint) dengan kain alami yang terbuat dari kulit kayu lantung.
Bagaimana kisah Alfira yang sejatinya adalah lulusan Farmasi di salah satu Universitas ternama di Yogyakarta, justru menekuni bisnis di bidang fashion?
Sejarah Semilir Ecoprint
Di paragraf sebelumnya, sudah disebutkan bahwa Alfira Oktaviani adalah lulusan farmasi, yang sebenarnya secara tidak langsung mengajarkannya untuk mengenali berbagai morfologi tumbuhan, termasuk tentang kimia organik dan berbagai macam formulasi yang dapat diimplementasikan pada produk fashion secara alami.
Setelah mempelajari bagaimana caranya menerapkan eco print pada kain, Alfira kemudian memberanikan diri untuk membuka usaha fashion yang fokus pada produk-produk ramah lingkungan, yang belakangan diberi nama “Semilir Ecoprint.”
Melalui Semilir Ecoprint, ia kemudian memproduksi berbagai produk fashion kekinian seperti, tas wanita, aksesoris, baju, dompet, dan berbagai macam home decor.
Target pasar Semilir Ecoprint adalah wanita-wanita perkotaan yang mengadopsi gaya hidup green natural atau fashionista yang menyukai produk handmade.
Namun, tujuan utama Semilir Ecoprint bukankah untuk bisnis semata, melainkan untuk:
- Mempromosikan dan mengkampanyekan sustainable fashion atau produk fashion yang berkelanjutan, sebagai upaya untuk mengurangi dampak fast fashion terhadap lingkungan, sekaligus untuk
- Melindungi pengrajin kain kulit kayu lantung yang semakin langka, dan untuk
- Menjaga kelestarian pohon kayu lantung
Mengenal Kain Kayu Lantung Khas Bengkulu
Perkenalan Alfira dengan kain kayu Lantung dimulai ketika sang ayah yang merupakan orang asli Bengkulu menghadiahkannya sebuah kain kayu lantung polos, dan “menantangnya” untuk menerapkan ecoprint di atas kain tersebut.
Alfira pun langsung melakukan riset. Selama melakukan riset, ada banyak hal yang menarik perhatiannya. Termasuk harga kain lantung di toko online yang per lembarnya dijual dengan harga rata-rata antara 50 ribuan hingga 100 ribuan.
Harga yang menurut Alfira sangat murah untuk satu lembar kain Lantung, mengingat proses pembuatannya yang memakan waktu serta tenaga yang tak sedikit.
Setelah mencari informasi mendetail tentang kulit kayu lantung, Alfira merasa tertarik untuk menjadikan kain tradisional khas Bengkulu yang sudah ada sejak zaman Jepang (sekitar tahun 1943) ini sebagai produk unggulan.
Supaya bisa lebih mengenal kain lantung, Alfira tak segan untuk datang langsung ke Bengkulu guna mengetahui proses pembuatan kain kayu Lantung dari awal hingga jadi.
Di sana, di Desa Papahan, Bengkulu, ia menyaksikan sendiri bagaimana proses pembuatan kain lantung. Mulai dari proses mencari pohon Lantung di hutan untuk kemudian diambil kulitnya, hingga bagaimana kulit kayu tersebut diproses hingga menjadi lembaran kain dan siap dipasarkan.
Proses pembuatan kain lantung dimulai dengan memotong kulit kayu, biasanya berukuran 40 x 10 cm. Setelah itu, kulit-kulit kayu yang sudah terkumpul akan dibawa pulang, kemudian dipukul-pukul menggunakan alat khusus yang juga terbuat dari kayu atau kuat tanduk kerbau sampai menjadi tipis layaknya selembar kain biasa.
Setelah menjadi lembaran-lembaran, kain lantung selanjutnya akan diangin-anginkan hingga kering sembari dibersihkan sisa-sisa seratnya menggunakan sapu lidi.
Menyaksikan sendiri bagaimana proses pembuatan kain lantung, membuat Alfira berpikir, bagaimana caranya menaikkan harga jual kain lantung agar ekonomi masyarakat meningkat.
Di samping itu, ia juga memutar otak agar produksi kain lantung tidak menyebabkan kerusakan ekosistem di hutan, khususnya agar pohon-pohon yang diambil kulitnya tidak punah.
Jadi, meskipun proses menguliti pohon dilakukan secara hati-hati agar pohon lantung tetap bisa hidup, namun proses ini tetap saja berpotensi menyebabkan pohon lantung jadi mati. Apalagi, jika pengambilan kulit pohon lantung dilakukan dengan cara menebang pohonnya sekaligus.
Karena itulah, Alfira mencoba mengambil beberapa inisiatif, seperti kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait, termasuk pemerintah daerah dalam memanfaatkan kulit kayu lantung sembari membudidayakan pohon endemik Sumatera ini.
Selain berhasil meningkatkan menjaga kelestarian kain lantung dan membantu meningkatkan penghasilan para pembuat kain Lantung serta menjaga kelangsungan pohon Lantung, Alfira juga membantu perekonomian orang-orang di sekitarnya dengan memberdayakan mereka.
Dulu, di awal-awal mendirikan Semilir Ecoprint, Alfira hanya mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga sembari menciptakan kondisi yang guyub di kompleks perumahan tempat tinggalnya.
Seiring waktu, Semilir Ecoprint terus berekspansi dengan memberdayakan para pemuda, khususnya pemuda-pemuda yang ada di Desa Banaran, Gunungkidul, Yogyakarta.
Penutup
Melalui ecoprint dan kain kayu Lantung, Alfira yang pada awalnya hanya mengeluarkan modal Rp 500 ribu untuk belajar ecoprint, kini sudah bisa go international dengan menawarkan berbagai produk fashion berbasis kain lantung dan ecoprint yang sustainable.
Doc : Instagram SemilirEcoprint |
Pelanggannya tak hanya berasal dari wilayah Asia seperti Jepang, tapi juga berasal dari benua-benua lain termasuk, Australia, Africa, Eropa, bahkan Amerika.
Berkat usaha dan kerja kerasnya, sustainable fashion yang ramah lingkungan bukan lagi sekedar wacana. Tetapi juga berpeluang besar memberikan kontribusi pada kelestarian lingkungan dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang lebih baik di masa depan.
Referensi :
https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards
https://www.instagram.com/semilir_ecoprint/
0 Comments